PERCOBAAN
1&2
DARAH
DAN SISTEM LIMFATIK
I.
Tujuan :
1.
Menentukan
profil hematologi yang meliputi : penentuan kadar hemoglobin; jumlah eritrosit,
leukosit, dan platelet; hematokrit; waktu pendarahan; dan waktu koagulasi.
2.
Menentukan
golongan darah seorang praktikan
3.
Menentukan
sifat – sifat tekanan beberapa larutan dibandingkan dengan tekanan sel darah
merah
4.
Menentukan
aliran sirkulasi sistem limfatik
II.
Metodologi :
1.
ANATOMI
1.1.
KARAKTERISTIK
DAN MORFOLOGI DARAH
1.
Cara
memperoleh darah segar untuk pemeriksaan :
·
Jari
manis atau kelingking dibersihkan dengan etanol 70%. Setelah menguap, gunakan
lancet steril untuk ditusukkan pada ujung jari yang telah dibersihkan. Darah
diambil sebanyak yang dibutuhkan.
2.
Cara
Pengisian Pipet
·
Pipet
ditempatkan pada tetesan darah segar dan darah dibiarkan masuk sampai tanda.
Pipet diisi dengan cairan oengencer. Tutup pipert dengan ujung jari, kemudian
dikocok selama 2 menit. Sebanyak 1-2 tetes larutan encer diteteskan pada
hemocytometer. Setelah setengah menit, jumlah sel diamati dan dihitung dengan
bantuan mikroskop.
ü
Pengukuran
jumlah sel darah merah
Darah
segar diencerkan 200 kali dengan larutan Natrium sitrat 2,5%. Sebanyak 1-2
tetes suspense darah diteteskan pada hemocytometes, kemudian dihitung.
ü
Pengukuran
jumlah sel darah putih
Darah
segar diencerkan 20 kali dengan larutan Turk. Sebanyak 2 tetes suspensi darah
diteteskan pada hemositometer. Kemudian dihitung.
1.2
HEMATOKRIT
Setelah
jari ditusuk, pipa kapiler berheparin ditempatkan secara horizontal pada
tetesan tersebut. Darah dimasukkan sebanyak ¾ bagian kapiler. Salah satu ujung
pipa kapiler ditutup dengan lilin. Kapiler tersebut dimasukkan ke dalam
sentrifuga selama 4 menit.
2.
FISIOLOGI
2.1 PENENTUAN KADAR HEMOGLOBIN
·
Metode
Sahli
Sampel
darah sebanyak 20 mL
diencerkan dalam sedikit asam klorida 0,1 N. Sampel terus diencerkan hingga
warna sampel pada tabung hemometer sama dengan warna pembanding.
2.2 WAKTU PENDARAHAN
Jari
ditusuk dengan lancet steril. Saat tetes darah pertama keluar hingga darah
berhenti mengalir keluar dicatat waktunya.
2.3 WAKTU KOAGULASI
Diambil
sampel darah ke dalam pipa kapiler, kemudian patahkan pipa kapiler
tersebut dengan ukuran yang kecil hingga
terbentuk adanya benang-benang fibrin, dan dicatat waktu yang dibutuhkan.
2.4 PENGGOLONGAN DARAH
Diambil
darah, teteskan pada masing –masing darah dengan menggunakan serum anti A dan
serum anti B, kemudian dilihat ada tidaknya koagulasi yang terbentuk terhadap
kedua serum tersebut dan ditentukan golongan darah.
3.
APLIKASI
DALAM BIDANG FARMASI
4.1 UJI PENGARUH TONISITAS LARUTAN
TERHADAP SEL DARAH MERAH
·
Uji
Menggunakan Tabung reaksi
Ke
dalam tabung reaksi dimasukkan larutan glukosa 2% b/v, larutan glukosa 5% b/v,
larutan NaCl 0,3% b/v, larutan NaCl 0,9% b/v dan larutan NaCl 2% masing-masing
sebanyak 2 ml. kemudian 2 tetes darah dimasukkan pada setiap tabung. Kemudian
fenomena yang terjadi pada darah diamati.
III.
Data
Pengamatan :
1.
ANATOMI
1.1 KARAKTERISTIK DAN MORFOLOGI DARAH
·
Sel
Darah Merah
Perhitungan
: ujung kiri atas : 10, ujung kiri bawah : 1, tengah : 3, ujung kanan atas :7,
ujung kanan bawah : 2. Jumlah : 23 x 10.000 =230.000
·
Sel
Darah Putih
Perhitungan
: jumlah yang dihitung 51 buah x 50= 2550
1.2 HEMATOKRIT
2. FISIOLOGI
2.1 PENENTUAN KADAR HEMOGLOBIN
·
Metode
Sahli
Volume sampel darah sehingga
memiliki warna yang sama dengan pembanding adalah 12,8 g/dL.
2.2 WAKTU PENDARAHAN
2.3 WAKTU KOAGULASI
Waktu
Koagulasi :
|
2”
44’
|
2.4 PENGGOLONGAN DARAH
Serum
|
Hasil percobaan
|
Anti-A
|
+
|
Anti-B
|
-
|
* Catatan :
+ ( Terjadi penggumpalan)
- (
Tidak terjadi penggumpalan).
3.
APLIKASI
DALAM BIDANG FARMASI
3.1 UJI PENGARUH TONISITAS LARUTAN
TERHADAP SEL DARAH MERAH
·
Uji
Menggunakan Tabung reaksi
Larutan (2mL)
|
Warna campuran
|
Jumlah fasa
|
Kekeruhan
|
Akuades
|
Merah cerah
|
1
|
bening
|
Glukosa 2%
|
Merah
|
2
|
Keruh
|
Glukosa 5%
|
Merah
|
2
|
Keruh
|
NaCl 0,3%
|
Merah cerah
|
1
|
Bening
|
NaCl 0,9%
|
Merah
|
2
|
Keruh
|
NaCl 2%
|
Merah
|
2
|
Keruh
|
·
Pengamatan
melalui mikroskop
1. Akuades à Tidak terdapat sel darah.
2. Larutan glukosa 2% à Hanya terdapat sedikit sel darah
merah.
3. Larutan glukosa 5% àBentuk sel darah merah terlihat
bulat.
4. Larutan NaCl 0,3% àTidak terdapat sel darah merah.
5. Larutan NaCl 0,9% àBentuk sel darah merah terlihat
bulat.
6. Larutan NaCl 2% àBentuk sel darah merah tidak
bulat dan berukuran lebih kecil.
4. SISTEM LIMFATIK
Data
berupa gambar (terlampir)
IV.
Pembahasan
1.
ANATOMI
1.1
KARAKTERISTIK
DAN MORFOLOGI DARAH
ü
Pengukuran
jumlah sel darah merah
Jumlah
sel yang ditemukan kelompok 5 berjumlah 230000 sel/mm3. Hali ini
tidak sesuai dengan keadaan eritrosit normal yang sejumlah 4.800.000 sel/mm3.
Kemungkinan praktikan dalam keadaan anemia namun jika di cek secara medis
terdapat perbedaan, hasil perhitungan memiliki kesalahan. Kesalahan dapat
terjadi karena kesalahan perhitungan dan kekurang telitian praktikan dalam
perhitungan.
ü
Pengukuran
jumlah sel darah putih
Jumlah
perhitungan melalui kelompok 2 sejumlah 2550 sel/mm3. Hal ini sangat
jauh dari literatur yang sejumlah 5000-10000 sel/mm3. Hal ini sangat
berbeda. Kemungkinan praktikan dalam keadaan leukemia. Namun jika cek medis
mengatakan hal lain kemungkinan perhitungan ini gagal akibat perhitungan yang
tidak teliti, gambaran yang kurang jelas serta garis-garis hemositometer yang
hilang akibat pencucian yang terlalu kuat.
1.2
HEMATOKRIT
Hematokrit
adalah persentasi dari jumlah elemen padat terhadap keseluruhan elemen. Nilai normal dari hematokrit berada pada
rentang 38.8 hingga 50% untuk pria dan 34.9 hingga 44.5% untuk wanita. Tes
terhadap nilai hematokrit biasanya dilakukan untuk mengetahui potensi seseorang
terhadap berbagai penyakit darah. Nilai hematokrit yang lebih rendah dari nilai
normal dapat mengindikasikan anemia, kekurangan vitamin atau mineral, dan
kekurangan darah. Nilai hematokrit yang lebih tinggi dari nilai normal dapat
mengindikasikan dehidrasi atau polisitemia dan jika ditambah nilai sel darah
putih yang banyak dapat mengindikasikan penyakit jangka panjang, infeksi,
leukemia, lymphoma, atau penyakit sel darah putih lainnya. Pada tes yang
dilakukan, jaringan tangan dilukai menggunakan lanset, darah dimasukkan pada
pipa kapiler berheparin, dan disentrifuga. Pipa kapiler berheparin digunakan
agar darah tidak menggumpal saat proses tes dilakukan. Dari sentrifuga
didapatkan hasil sampel pada pipa kapiler terpisah menjadi 2 bagian, yaitu
bagian yang lebih padat berwarna merah tua pada bagian bawah dan bagian lebih
cair berwarna kuning pada bagian atas. Bagian yang berwarna merah merupakan
komponen padat darah yang merupakan eritrosit, leukosit, dan trombosit,
sedangkan bagian atas yang lebih cair merupakan plasma darah yang terdiri dari
air, protein plasma, dan zat terlarut lain. Nilai hematokrit yang didapat pada
percobaan yaitu 40% dari kelompok 2 dan 39.62% dari kelompok 1 yang merupakan
sampel darah dari wanita pada keduanya, didapatkan nilai hematokrit yang
termasuk kadar normal. Faktor – factor yang mempengaruhi nilai hematokrit
diantaranya jenis kelamin, umur, kehamilan, dehidrasi, gaya hidup. Nilai
hematokrit pada pria cenderung lebih tinggi daripada wanita pada keadaan
normal, hal ini diakibatkan oleh keberadaan hormone androgen pada pria yang
menstimulasi proses eritropoiesis sehingga secara alami, kadar eritrosit pria
akan cenderung lebih tinggi. Tes hematokrit cukup sering disummon oleh dokter
untuk mengetahui potensi seseorang terhadap penyakit anemia. Terdapat 3 jenis
penyakit anemia, yaitu anemia karena insufisiensi eritrosit, kekurangan
hemoglobin, dan abnormalitas hemoglobin. Anemia karena insufisiensi eritrosit
dapat diklasfikasikan menjadi 3 jenis, yaitu anemia hemoragi dimana penderita
mengalami keadaan kehilangan darah yang sangat banyak dan dalam waktu yang cepat,
anemia hemolitik yang diakibatkan rusaknya sel darah merah, dan anemia aplastik
yang diakibatkan oleh terganggunya proses eritropiesis. Anemia karena
kekurangan hemoglobin dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu anemia karena
kekurangan zat besi dan anemia pernisiosa akibat kekurangan vitamin B12. Anemia karena abnormalitas hemoglobin dapat
terjadi akibat kesalahan genetic yang mengakibatkan abnormalitas bentuk
eritrosit seperti pada Thalasemia dan anemia bulan sabit.
2.
FISIOLOGI
2.1 PENENTUAN KADAR HEMOGLOBIN
·
Metode
Sahli
Setelah berdiferensiasi, eritrosit kehilangan beberapa
organelnya (inti, mitokondria) sehingga dibutuhkan hemoglobin untuk dapat
mengikat gas respirasi (oksigen dan karbon dioksida). Pada satu sel eritrosit
terdapat 280 juta hemoglobin. Hemoglobin tersusun atas dua rantai polipeptida a dan
dua rantai polipeptida b.
Tiap rantai hemoglobin memiliki molekul heme. Tiap hemem mengikat ion Fe, ion
Fe ini yang mengikat oksigen menjadi kompleks oksihemoglobin HbO2.
Oksihemoglobin berwarna merah cerah sedangkan hemoglobin yang tidak mengikat
oksigen berwarna merah gelap.
Pada saat janin berusia kurang dari 6 minggu, hemoglobin
diproduksi di yolk sac. Setelah itu
sampai masa kelahiran, hemoglobin diproduksi di limfa dan liver. Setelah
kelahiran, hemoglobin diproduksi di sumsum tulang. Perbedaan tempat produksi
ini, menyebabkan adanya perbedaan tingkat afinitas hemoglobin. Hemoglobin pada
fetus lebih cepat mengikat oksigen dibandingkan hemoglobin orang dewasa.
Jumlah hemoglobin diseluruh tubuh ditunjukkan dalam gram
Hb/ dL dari jumlah volume darah keseluruhan (g/dL).
·
Jumlah
hemoglobin normal
·
Bayi yang baru lahir :
17-22 gm/dl
·
Bayi 1 bulan :
11-15gm/dl
·
Anak-anak: 11-13
gm/dl
·
Pria dewasa : 14-18
gm/dl
·
Wanita dewasa : 12-16
gm/dl
Jumlah hemoglobin dibawah normal terjadi karena anemia
yang dapat disebabkan oleh perdarahan, kekurangan nutrisi (ion Fe, vitamin B12,
asam folat), gangguan sumsum tulang, gagal jantung, akibat obat kemoterapi.
Jumlah hemoglobin diatas normal dapat disebabkan oleh
kebiasaan merokok, dehidrasi, tinggal didataran tinggi (kadar oksigen rendah),
penyakit paru-paru, tumor, gangguan pada sumsum tulang (polisitemia rubra
vera), akibat obat eritropoietin.
2.2 WAKTU PENDARAHAN
Beberapa faktor yang mempengaruhi
waktu pendarahan adalah ketepatgunaan cairan jaringan dalam memacu koagulasi,
fungsi pembuluh darah kapiler dan trombosit serta obat yang dikonsumsi.
Beberapa contoh obat yang memperlambat waktu pendarahan adalah aspirin dan
antikoagulan, dan yang mempercepat waktu pendarahan adalah asam traneksamat dan
carbazochrome.
Mekanisme tubuh dalam
menghentikan pendarahan berawal sejak pembuluh darah terluka, terjadi kontraksi
pada serat otot halus yang berada di sekitar dinding pembuluh, dikenal juga
sebagai vaskular spasmus. Konstriksi pembuluh darah ini menyebabkan pengeluaran
darah melambat bahkan berhenti. Sel endotelium mensekresi endotelin yang
berfungsi menstimulasi terjadinya vaskular spasmus tsb, dan juga menstimulasi
pembelahan sel otot halus endotelium, serta fibroblas untuk mempercepat proses
penghentian pendarahan. Membran plasma endotelium menjadi ‘lengket’, karena
adanya luka pada pembuluh darah, yang secara parsial akan ditutup oleh sel endotelium
pada sisi yang lain. Perubahan membran menjadi lengket ini mengakibatkan
platelet lebih gampang menempel pada luka tsb. Penempelan platelet pada
permukaan yang terbuka disebut juga adhesi platelet. Kemudian platelet
mengumpul pada permukaan ini dan membentuk platelet
plug yang menutup kerusakan di pembuluh, biasanya berlangsung selama 15
detik.
2.3 WAKTU KOAGULASI
Berdasarkan
pada percobaan didapatkan besarnya waktu koagulasi yang dibutuhkan oleh darah
yaitu 2 menit 44 detik. Berdasarkan data
pustaka secara umum waktu koagulasi yang dibutuhkan oleh darah berkisar 2 menit. Dari hasil percobaan, dapat
dilihat bahwa adanya perbedaan waktu koagulasi yang dibutuhkan, pada percobaan
waktu koagulasi yang digunakan memiliki waktu yang lebih lama. Hal tersebut dapat
disebabkan karena proses koagulasi pada tiap orang memiliki kecepatan koagulasi
yang berbeda-beda hal tersebut dapat disebabkan karena adanya perbedaan kadar
faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan dalam koagulasi. Sebagai contoh kadar
Kalsium atau Vitamin D pada tiap orang berbeda-beda, sedangkan kedua dari zat
tersebut memiliki peran yang penting di dalam proses koagulasi, selain dari
kedua kandungan tersebut terdapat beberapa komponen lain yang dapat
mempengaruhi kecepatan koagulasi diantaranya kandungan Heparin, adanya zat
pengikat Ca, Thromboxan, Serotonin, Kolagen, Prostasiklin, dan ADP. Semua
komponen tersebut sangat mempengaruhi kecepatan koagulasi yang terjadi. Semakin
banyak kandungan Kalsium, vitamin D, Kolagen, Prostasiklin, Serotonin dan ADP
maka akan semakin cepat proses koagulasi yang terjadi. Namun sebaliknya, dengan
meningkatnya Heparin, Thromboxan dan zat pengikat Ca maka akan semakin lama
waktu yang diperlukan dalam proses koagulasi. Selain itu besarnya luka yang
tebentuk pula mempengaruhi lamanya waktu koagulasi. Semakin besar luka yang
terbentuk maka akan semakin lama waktu koagulasi yang dibutuhkan. Selain itu
perbedaan hasil percobaan dengan data pustaka dapat pula disebabkan karena
adanya ketidaktepatannya waktu pada saat mematahkan pipa kapiler yang berisi
darah tersebut. Karena terdapat kemungkinan sebelum dipatahkannya pipa kapiler
tersebut darah yang terdapat didalamnya sudah mulai mengalami proses koagulasi,
hal ini yang dapat menyebabkannya kurang akuratnya data yang didapatkan.
2.4 PENGGOLONGAN DARAH
Dari
hasil percobaan dapat dilihat bahwa golongan darah dari subjek percobaan
bergolongan darah A yang ditandai dengan adanya gumpalan yang terjadi pada
darah yang diteteskan dengan menggunakan serum Anti-A dan tidak adanya gumpalan
pada darah yang diteteskan dengan serum anti B. Hal tersebut terjadi karena di
dalam darah subjek terdapat aglutinogen A sehingga akan bereaksi dengan serum
Anti-A membentuk gumpalan-gumpalan. Sedangkan pada golongan darah ini tidak
memiliki aglutinogen B sehingga, walaupun terdapat serum Anti-B tidak akan
terbentuk adanya gumpalan.
Sedangkan untuk golongan darah B hanya
memiliki jenis aglutinogen B yang akan bereaksi dengan serum Anti-B dengan
membentuk gumpalan. Kemudian untuk golongan darah AB akan terbentuk adanya
gumpalan yang disebabkan oleh serum Anti-A maupun Anti-B, hal tersebut
disebabkan karena pada golongan darah AB terdapat dua macam aglutinogen, yaitu
aglutinogen A dan B. Sebaliknya pada golongan darah O tdak akan terbentuk
adanya gumpalan oleh kedua serum Anti-A dan Anti-B, hal tersebut disebabkan
karena tidak adanya aglutinogen yang dimiliki, baik aglutinogen A maupun B.
Penentuan jenis golongan darah memiliki peran
yang sangat penting. Terutama pada saat kita membutuhkan donor maupun akan
memberikan donor darah. Dengan diketahuinya golongan darah, maka akan
menghindari adanya penggumpalan yang terjadi akibat salahnya jenis golongan
darah. Sebagai contoh akan berakibat fatal apabila seseorang yang bergolongan
darah A diberikan donor darah yang bergolongan B, karena pada orang yang
bergolongan darah A akan memiliki zat anti B yang akan menggumpalkan darah yang
bergolongan B maupun AB. Dan apabila penggumpalan itu terjadi di dalam tubuh,
maka akan mengakibatkan efek yang fatal.
3.
APLIKASI
DALAM BIDANG FARMASI
3.1
UJI
PENGARUH TONISITAS LARUTAN TERHADAP SEL DARAH MERAH
·
Uji
Menggunakan Tabung reaksi
Terdapat
hanya sedikit sel darah merah pada tabung reaksi berisi larutan glukosa 2%
menandakan larutan ini bersifat hipotonis terhadap sel darah merah sehingga
beberapa sel darah merah telah mengalami lisis. Sel darah merah mengalami lisis
karena perbedaan tekanan antara bagian dalam sel dan bagian luar sel. Tekanan
di dalam sel lebih besar daripada bagian luar sehingga membran sel terdorong
dari bagian dalam ke segala arah dan pecah. Ada beberapa sel darah merah yang
tidak pecah, mungkin hal ini disebabkan karena membrane sel tersebut masih
mampu menahan tekanan yang ada atau konsentrasi glukosa di dalam sel tersebut
tidak jauh berbeda dengan konsentrasi glukosa di dalam larutan, menurut data
pustaka, konsentrasi glukosa dalam sel darah merah adalah 5 – 10 mg/dL.
Sel darah merah yang terdapat di dalam
larutan glukosa 5% berbentuk seperti sel darah merah normal. Hal ini menandakan
bahwa larutan glukosa 5% bersifat isotonis dengan sel darah merah tersebut.
Jadi tidak terjadi apa - apa terhadap sel darah merah. Terdapat dua fasa pada
campuran larutan dikarenakan sel darah merah merupakan fase padat dan akan
terendapkan sedangkan glukosa merupakan fasa cair.
Tidak
terdapat sel darah merah pada tabung reaksi berisi larutan NaCl 0,3% karena sel
darah merah tersebut telah pecah. Sel darah merah pecah menandakan larutan NaCl
0,3 % bersifat hipotonis sehingga menyebabkan air yang ada pada larutan NaCl
masuk ke dalam sel darah merah. Akhirnya tekanan di dalam sel darah merah
meningkat sedangkan membran sel tidak mampu menahan tekanan yang ada sehingga
menyebabkan sel darah tersebut akhirnya pecah.
Sel
darah merah yang terdapat pada larutan NaCl 0,9% terlihat bulat seukuran sel
darah merah normal. Hal ini menandakan larutan NaCl 0,9% berifat isotonis
dengan sel darah merah. Jadi tidak ada perpindahan molekul – molekul air baik
dari dalam sel ataupun dari larutan. Dan tekanan di dalam sel maupun diluar sel
tidak berubah dan tidak menyebabkan perubahan bentuk dari sel darah merah yang
ada. Terbentuk dua fasa pada campuran darah dan larutan NaCl dalam tabung
reaksi karena adanya fasa padatan (sel darah merah) dan fasa cair (plasma darah
dan larutan) sehingga setelah campuran larutan ini dibiarkan selama 5 menit,
sel darah merah terkumpul di dasar karena mempunyai massa yang lebih besar.
Sel
darah merah dalam larutan NaCl 2% berubah bentuk menjadi kecil. Hal ini
menandakan bahwa larutan NaCl 2% bersifat hipertonis terhadap sel darah merah.
Mengkerutnya sel darah merah disebabkan oleh tekanan diluar sel yang lebih
besar daripada tekanan di dalam sel sehingga membrane sel tertekan oleh larutan
diluar dan menyebabkan ukuran sel berubah menjadi lebih kecil. Pada campuran larutan NaCl 2% dan darah ini
pun terbentuk dua fasa yang disebabkan oleh adanya fasa padatan (sel darah
merah) dan fasa cair (larutan dan plasma darah) di dalam tabung reaksi
tersebut. Namun perbedaan kedua fase ini terlihat lebih jelas jika dibandingkan
dengan tabung reaksi berisi larutan NaCl 0,9%hal ini disebabkan karena sel
darah merah berukuran lebih kecil sehingga volume endapan juga lebih sedikit.
4.
SIRKULASI
SISTEM LIMFATIK
Fungsi
utama sistem limfatik adalah untuk memproduksi, menjaga dan mendistribusi limfosit
yang bekerja sebagai perlindungan dari infeksi dan perubahan lingkungan. Untuk
memberikan perlindungan yang efektif, limfosit harus bisa mendeteksi adanya
masalah, dan bisa menjangkau daerah yang rusak atau terkena infeksi. Limfosit,
makrofag dan mikrofag bersirkulasi di
dalam darah. Limfosit bisa masuk dan keluar dari kapiler, yang membawakan air
lebih banyak ke jaringan perifer dibandingkan yang dialirkan. Cairan yang
berlebih kembali ke pembuluh darah melalui pembuluh limfatik. Sirkulasi dari cairan
ekstraseluler ini membantu transport limfosit dan sel pertahanan tubuh dari
satu organ ke organ lainnya, menjaga volume darah dan mengeliminasi variasi
lokal komposisi cairan interstisial dengan mendistribusi hormon, nutrisi, dan
kotoran dari jaringan asalnya lalu kembali bersirkulasi.
V.
Kesimpulan
1.
Profil
hematologi yang meliputi :
·
kadar
hemoglobin : 12,8 g/dL
·
jumlah
eritrosit 230000 sel/mm3
·
jumlah
leukosit 2550 sel/mm3
·
hematokrit
40 %
·
waktu
pendarahan 1 menit 35 detik
·
waktu
koagulasi 2 menit 44 detik
2. Golongan darah praktikan A
3.
Tonisitas
:
a. Akuades bersifat hipotonis
b. Larutan glukosa 2% bersifat isotonis.
c. Larutan glukosa 5% bersifat hipertonis.
d. Larutan NaCl 0,3% bersifat
hipotonis.
e. Larutan NaCl 0,9% bersifat
isotonis.
f. Larutan NaCl 2% bersifat
hipertonis.
VI.
Daftar
Pustaka
Guyton,
Arthur C. 1983. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit. EGC
Penerbit Buku kedokteran. Jakarta.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.med.illinois.edu/hematology/PDF%2520Files/Hemostasis.pdf diunduh pada 13
Maret 21.28
http://www.ivy-rose.co.uk/HumanBody/Blood/Blood_Clotting.php diunduh pada 13
Maret 21.57
http://gayindonesiaforum.com/health/golongan-darah-pada-manusia-t1819.html diunduh pada 13 Maret 22.26
http://www.adipedia.com/2011/01/jenis-golongan-darah-pada-manusia-dan_31.html
diunduh pada 14 Maret 18.30
Martini, Frederic H. Fundamentals
of Anatomy and Physiology. San Fransisco : Pearson. Halaman 640, 649 dan 765-766
http://www.mayoclinic.com/health/hematocrit/MY00381
diakses pada 14 Maret 2012 pukul
20:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar