Seperti pagi biasanya, aku membuka
jendela pagi yang basah. Hujan yang sendu mewarnai malamku yang dingin.
Rutinitasku setiap hari adalah belajar. Belajar untuk menjadi lebih baik
melalui buku, teman, cerita, ataupun kisah. Aku selalu bersemangat menjalani
hari demi hari untuk masa depan yang akan membuatku riang.
Tahun demi tahun kulewati, hingga
akhirnya aku beranjak dewasa. Ketika masa remajaku telah berlalu aku perlu
lebih mawas diri, terlalu banyak hal yang aku pikirkan. Meski terkadang hanya hal
kecil yang bolak-balik menyusup ke pikiranku. Kini aku tak lagi sepolos anak
dua atau tiga tahun. Seringkali aku pun tertawa dalam hati. Umur dua atau tiga
tahun itu sudah lama sekali aku lewati, aku tinggalkan. Satu hal yang aku ingat
pada masa emas pertumbuhanku adalah ayah dan ibuku yang mencintai dan
menyayangiku sepenuh hati. Hingga akhirnya, aku bisa sebesar ini.
Ada satu hal yang tak boleh
kulupa sepanjang hidupku berlanjut. Aku harus bisa membanggakan mereka. Langkah
kecilku, kubaktikan untuk orang tua.
Sore ini tidak seperti biasanya.
Ibuku memelukku erat sambil sedikit menyimpan tangis dimatanya yang sayu.
Seorang lelaki telah datang pada ayah dan ibuku, untuk menjadikanku kekasih
dunia dan akhiratnya. Bayangan-bayangan ragu kemudian datang padaku. Awalnya
aku kaget. Awalnya aku masih tidak percaya. Namun aku tahu ini adalah jalan
dari-Nya. Aku yakin ini memang jalan dari Sang Kuasa.
Tak sedikit pertanyaan
bermunculan di otakku. Apakah? Benarkah?. Aku teringat penggalan surat an-Nur
ayat 26, “Wanita-wanita yang keji adalah
untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita
yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik
dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)...”,
kemudian aku kembali yakin.
Pemilik Hati ini dengan mudahnya
memberikan cinta diantara kami. Apalagi kulihat begitu kerasnya ia berusaha
membuatku senang. Ragu, rindu, dan sendu mengiringi hari-hariku menjelang hari
bahagia. B.J Habibie pernah berkata, “tak
perlu seseorang yang sempurna cukup temukan orang yang selalu membuatmu bahagia
dan membuatmu berarti lebih dari siapapun”. Dan aku menemukan hal itu dari
dirinya.
Kulihat ia begitu salih. Padanan
orang shalih adalah bidadari ketika di surga kelak. Aku tak ingin berdiam diri.
Aku harus menjadi wanita shalihah, karena sainganku adalah bidadari surga. Diriwayatkan
oleh Anas bin Malik ra. Bahwa Nabi Saw pernah bersabda, “Seandainya seorang bidadari dari surga menampakkan diri kepada penghuni
bumi, niscaya cahaya tubuhnya dan bau harumnya akan memenuhi ruang antara
langit dan bumi, serta kerudung rambutnya lebih indah dan lebih bernilai
daripada dunia dan seisinya,” (HR. Bukhari no.2796). Membacanya saja
membuatku ragu. Namun selalu saja ada hal yang membuatku yakin, bahwa wanita salihah
dunia akan jauh lebih cantik di surga nanti dibandingkan bidadari.
Seperti perkataan Aisyah ra “Perempuan-perempuan salihah di dunia akan
berkata kepada bidadari surga, ‘Kami melakukan shalat, sedangkan kalian tidak
melakukan shalat. Kami berpuasa, sedangkan kalian tidak melakukannya. Kami
bersedekah, sedangkan kalian tidak. Kami, perempuan salihah di dunia, mengalahkan
bidadari surga”.
Hingga ketika waktunya tiba, aku akan
membuktikan teman hidupku bahwa aku bisa menjadi perempuan yang membawanya pada
kebaikan juga kebahagiaan. “Maukah aku
beritahu harta yang paling baik dimiliki seseorang? Yaitu wanita yang salihah,
kalau dipandang menumbuhkan kebahagiaan, kalau kamu suruh dia patuh, kalau
ditinggal pergi dia dapat menjaga diri.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Abbas).
Kini umurku memasuki dua puluh
empat. Tidak terasa selama itu aku bergantung kepada kedua orang tuaku.
Bercampurlah sudah rasa gelisah dan gembira. Gelisah karena aku takut waktuku
bersama ayah dan ibu menjadi berkurang. Gembira bahwa setengah agamaku akan
segera digenapkan. Tidak lama lagi ia akan menjadi bagian yang halal dalam
hidupku. Kelak ia akan menjadi sandaran dalam hidupku. Sandaran kala ingin
menepi. Saat sendiri ataupun sepi. Ia yang tulus akan mengasihi dan mencintaiku
selain orang tuaku kini sedang bersiap menikahiku. Dan aku sedang meluruskan
niat, bahwasannya aku sedang mencari ridha Allah dalam bentuk pernikahan.
Malam ini kulihat bintang
berkilauan. Hari-hari berlalu begitu cepat. Hingga saatnya kututup jendela dan
mulai bermimpi menggapai impian masa depan bersamanya.
***
Hai, Nur Azizah Fitria!
Kutuliskan sebuah cerita fiksi buatan sendiri untuk tehjij tersayang :). Jelek bagusnya mohon terima apa adanya yaa hihihi aku mah apa atuh bukan temen sd, smp, sma. bukan cck. cuman pernah kenal sebagai bagain dari kalaka waluya atau keyayangan :"