Selasa, 03 Februari 2015

Bapak Polisi


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Kepala Polri Komjen (Purn) Oegroseno mengatakan, ada sejarah pengangkatan kepala Polri yang diubah dalam pencalonan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri. Mekanisme pencalonan Budi, menurut Oegroseno, dilakukan tanpa pelibatan Dewan Kebijakan Pangkat dan Karier Tertinggi Polri.
"Ternyata ada proses yang tidak biasa. Tidak ada yang perhatikan mantan Kapolri Pak Sutarman. Lalu Pak Suhardi dicopot (sebagai Kabareskrim), kok segampang ini. Jangan-jangan ini jadi budaya baru," ujar Oegroseno dalam sebuah diskusi 100 hari Jokowi-JK, di Kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/2/2015).
Oegroseno menjelaskan, mekanisme pencalonan kepala Polri seharusnya melalui Sidang Dewan Kebijakan Pangkat dan Karier Tertinggi Polri. Dalam sidang tersebut, seorang Kapolri yang masih menjabat bisa ikut mengusulkan nama-nama calon yang dianggap memenuhi syarat sebagai Kapolri.
Dalam sidang tersebut, ia mengatakan, para pimpinan Polri benar-benar menentukan calon pemimpin yang disesuaikan dengan kriteria. Syarat kelayakan untuk menjadi Kapolri juga sangat dipertimbangkan.
Setelah Dewan memutuskan, sebut Oegroseno, nama calon kepala Polri akan diserahkan kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), untuk mendapat pertimbangan. Setelah itu, Kompolnas akan menyerahkan nama tersebut kepada Presiden.
Namun, Oegroseno mengatakan, mekanisme tersebut tidak dilakukan dalam pencalonan Budi Gunawan. Dalam surat rekomendasi yang diberikan kepada Presiden, sebut Oegroseno, nama Budi Gunawan hanya diusulkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Tedjo Edhy Purdijatno dan Kompolnas.
Anggota tim Independen tersebut menyesalkan pencalonan Budi Gunawan tidak melibatkan institusi Polri. Justru, menurut Oegroseno, pencalonan Budi lebih dinilai dipengaruhi kepentingan politik.
"Bayangkan, pekerjaan polisi yang sangat sulit diambil Kompolnas dan Menkopolhukam. Padahal, hal itu tidak bisa diwakili orang lain, yang tahu rumah tangga kepolisian, ya Polri itu sendiri," kata Oegroseno.

Setelah membaca artikel dari kompas, tentu saya sangat percaya seorang kapolri dipilih dengan sistem yang baik. Seorang yang terpilih berdasarkan syarat dan ketentuan yang berlakulah yang akan mendudui kursi terhormat Kapolri. Oegroseno adalah mantan wakapolri yang memiliki rekam jejak baik selama di kepolisian. Tak heran jika beliau menjadi anggota tim 9 bersama tokoh-tokoh lain sebagai tim independen yang dibuat oleh Presiden Jokowi. Diantaranya adalah Pak Jimly Asshiddiqie. Dua tahun lalu saya pernah bertemu dengan beliau, saya lupa waktu itu materinya apa. Mungkin karena sangat awam saya jadi ga ngerti waktu itu bahas apa hahaha tapi momen bertemu tokoh itu memang sangat mengesankan :)

Hari ini saya naik angkutan umum dari dago menuju buah batu. Sebelum jam 7 saya sudah berangkat dari pelesiran menuju borromeus untuk naik angkot kalapa. Di perempatan tersebut saya melihat bapak polisi begitu gagah. Seorang polisi memiliki kualifikasi tinggi badan minimal. Saat menjalani pendidikan, proporsi badan merekapun diatur agar ideal. Dan kegagahan itu berlipat menjadi 100x ketika beliau sedang menjalankan tugasnya. 

lensaindonesia.com/ tentu ini bukan di dago

Saya memang biasa naik angkot kalapa tidak di halte hehe, saya kira itu memang biasa, ternyata saya salah. Waktu saya mengirikan angkot, tak ada yang mau mengangkut saya, ternyata saya harus ke halte. Saya melihat sebuah angkot yang berhenti didepan boromeus untuk menurunkan penumpang. Bapak polisi yang mengatur perempatan itu terlihat kesal dan langsung mengeluarkan setumpuk kertas berwarna kuning ke depan angkot tersebut. Tak lama, si angkotpun langsung ngebut ke depan. Ketika Pak Polisi mengeluarkan segepok kertas tilangnya untuk memberi sanksi pada pelanggar lalu lintas, kegagahan dan ketampanannya berlipat 100x lagi. Meskipun beliau pake helm tapi saya yakin beliau emang ganteng #naon.

Lalu akhirnya saya berhasil naik angkot dengan senang hati. Oh begini rasanya naik angkot jauh di pagi hari. Biasanya rute pagi saya hanya kosan-kampus hehe. Jalanan begitu lancar jaya, Pak Polisi yang keren-keren itu emang beneran keren di perempatan boromeus, dukomsel, merdeka dll sehingga membuat saya tidak terlambat karena macet atau angkot ngetem.

Saya teringat waktu saya berada di jalan sekitar Jakarta Pusat. Mungkin itu memang bukan jam sibuk, sehingga terlihat Pak Polisi sedang berada di posnya. Pak Polisi itu sedang merokok dan mainan hp. Pak Polisi itu meskipun ga pake helm dan kelihatan ganteng, tapi kegantengannya langsung turun drastis jadi jelek (...hix..). Mungkin saya berlebihan tentang ini ya hehe

Pak Polisi sedang bertugas maupun tidak bertugas, berseragam maupun tidak berseragam tetap mengabdi pada negara, semoga engkau selalu dilindungi dan disayangi Allah swt. seperti engkau menjaga dan menyayangi masyarakat Indonesia :)

Kisruh KPK-Polri, apa kata orang awam?





Apa yang terjadi antara KPK dan Polri telah dikabarkan melalui media massa. Media televisi, radio, internet, koran dll memberitakan hal tersebut setiap harinya. Meskipun kamu menjadi orang yang paling jarang nonton berita, tetapi jika mendengar kriminalisasi KPK kita pasti menoleh dan ingin tahu apa yang terjadi. Meskipun kita adalah orang paling awam, kita tetap terlibat pada diskusi pinggir jalan mengenai ini.
Siapapun yang berani menggoyahkan kedudukan KPK, Ia berlawanan dengan rakyat
Mungkin itulah yang langsung muncul ketika pemberitaan tentang KPK meluas. Masyarakat Indonesia kadung khawatir dan takut kehilangan punggawa pemberantasan korupsi. Kekuatan politik dari rakyat, tidak sebesar orang yang berkedudukan di pemerintahan. Kami tidak ada daya upaya untuk melaporkan tindak korupsi, karena di lapangan tentu saja yang salah adalah yang melaporkan. Si pelapor yang bersih itu pasti akan dikucilkan dari tempat korupsi itu berlangsung (contohnya di tempat kerja), sedangkan ia butuh bekerja dan mendapatkan uang dari tempat tersebut.
Asal kita bersih
Begitulah nyatanya. Asal kita tidak berbuat kesalahan. Tindakan korupsi, gratifikasi dll memang sudah secara luas dan sistematik ada. Lalu sebagai masyarakat yang posisi politiknya rendah, kami serasa tak bisa berbuat apa-apa. Masalah korupsi terlanjur mendarah daging sejak dulu. Namun, sejak dulu pula sudah ada benih-benih untuk memberantas korupsi. Sejak pemerintahan Orde Lama, lembaga anti kolusi dan korupsi telah dibentuk. Dengan berbagai alasan, lembaga/tim tersebut mati kemudian berganti. Pada masa Orde Baru pun sama, namun mati juga. Setidaknya saya bersyukur bahwa ada para pendahulu yang mendirikan lembaga yang mulia tersebut meskipun untuk menjalankannya bukan main sulitnya. Era reformasi kemudian membawa angin segar. Tahun 2003 Komisi Pemberantasan Korupsi berdiri, alhamdulillah.

Dibawah kepemimpinan Abraham Samad, KPK terus bersinar dengan dukungan penuh rakyat. Rakyat yang sulit membeberkan kasus korupsi didepannya kepada penegak hukum karena takut malah menjadi masalah. Dengan kekuatan media massa, kita lebih mengetahui sepak terjang dari KPK. Entah, waktu saya SD sampai SMA hampir tidak pernah saya tahu ada lembaga ini. Mungkin karena pemberitaan media yang kurang terdengar, atau memang wawasan saya yang dangkal. 

Kinerja KPK waktu demi waktu terus menarik perhatian. Beliau-beliau itu (pimpinan KPK) benar-benar orang terpilih. Sejak kecilnya, mereka dididik dengan sangat baik oleh orang tua mereka. Memiliki jalan hidup penuh kisah dengan latar belakang pendidikan hukum, berkredibilitas sangat baik kemudian mereka disatukan menjadi komisioner KPK yang terhormat.

Sejujurnya, jika saya tidak googling, saya hanya tahu Antasari Azhar yang sebagai mantan ketua KPK. Kasus Antasari Azhar yang sangat terkenal saat itu tak pelaknya hanya sebuah kisah. Kisah seseorang yang terjebak dan hidup matinya benar-benar dipertaruhkan. Namun, tentu mereka bukanlah orang yang lemah dan benar-benar paham konsekuensi yang akan diterima jika menjadi pimpinan KPK .

Tentu Anda masih ingat, kala KPK sedang giat memberantas korupsi. Muncul sebuah kisah pembunuhan dan percintaan yang tak masuk logika kemudian berakhir dengan hukuman penjara bagi Antasari Azhar selama 18 tahun. Miris. Ya, kita doakan saja :)



Saya yakin, jutaan masyarakat Indonesia sangat bersedih dengan kasus tersebut. Dan saya yakin jutaan masyarakat Indonesia tidak rela hal serupa terjadi pada pimpinan KPK saat ini. Itulah yang dilakukan, Tentu saja masyaralat tak ingin KPK berakhir dengan terus mendengungkan #SAVEKPK.


Kasus ini masih terus menerus berlanjut, Budi Gunawan, Jokowi, Abraham Samad, Feriyani Lim, Bambang Widjojanto, selalu ada di headline pemberitaan.

Hanya akhir yang indah yang dinantikan, bilapun tidak itu adalah pelajaran dan perenungan