Selasa, 03 Februari 2015

Kisruh KPK-Polri, apa kata orang awam?





Apa yang terjadi antara KPK dan Polri telah dikabarkan melalui media massa. Media televisi, radio, internet, koran dll memberitakan hal tersebut setiap harinya. Meskipun kamu menjadi orang yang paling jarang nonton berita, tetapi jika mendengar kriminalisasi KPK kita pasti menoleh dan ingin tahu apa yang terjadi. Meskipun kita adalah orang paling awam, kita tetap terlibat pada diskusi pinggir jalan mengenai ini.
Siapapun yang berani menggoyahkan kedudukan KPK, Ia berlawanan dengan rakyat
Mungkin itulah yang langsung muncul ketika pemberitaan tentang KPK meluas. Masyarakat Indonesia kadung khawatir dan takut kehilangan punggawa pemberantasan korupsi. Kekuatan politik dari rakyat, tidak sebesar orang yang berkedudukan di pemerintahan. Kami tidak ada daya upaya untuk melaporkan tindak korupsi, karena di lapangan tentu saja yang salah adalah yang melaporkan. Si pelapor yang bersih itu pasti akan dikucilkan dari tempat korupsi itu berlangsung (contohnya di tempat kerja), sedangkan ia butuh bekerja dan mendapatkan uang dari tempat tersebut.
Asal kita bersih
Begitulah nyatanya. Asal kita tidak berbuat kesalahan. Tindakan korupsi, gratifikasi dll memang sudah secara luas dan sistematik ada. Lalu sebagai masyarakat yang posisi politiknya rendah, kami serasa tak bisa berbuat apa-apa. Masalah korupsi terlanjur mendarah daging sejak dulu. Namun, sejak dulu pula sudah ada benih-benih untuk memberantas korupsi. Sejak pemerintahan Orde Lama, lembaga anti kolusi dan korupsi telah dibentuk. Dengan berbagai alasan, lembaga/tim tersebut mati kemudian berganti. Pada masa Orde Baru pun sama, namun mati juga. Setidaknya saya bersyukur bahwa ada para pendahulu yang mendirikan lembaga yang mulia tersebut meskipun untuk menjalankannya bukan main sulitnya. Era reformasi kemudian membawa angin segar. Tahun 2003 Komisi Pemberantasan Korupsi berdiri, alhamdulillah.

Dibawah kepemimpinan Abraham Samad, KPK terus bersinar dengan dukungan penuh rakyat. Rakyat yang sulit membeberkan kasus korupsi didepannya kepada penegak hukum karena takut malah menjadi masalah. Dengan kekuatan media massa, kita lebih mengetahui sepak terjang dari KPK. Entah, waktu saya SD sampai SMA hampir tidak pernah saya tahu ada lembaga ini. Mungkin karena pemberitaan media yang kurang terdengar, atau memang wawasan saya yang dangkal. 

Kinerja KPK waktu demi waktu terus menarik perhatian. Beliau-beliau itu (pimpinan KPK) benar-benar orang terpilih. Sejak kecilnya, mereka dididik dengan sangat baik oleh orang tua mereka. Memiliki jalan hidup penuh kisah dengan latar belakang pendidikan hukum, berkredibilitas sangat baik kemudian mereka disatukan menjadi komisioner KPK yang terhormat.

Sejujurnya, jika saya tidak googling, saya hanya tahu Antasari Azhar yang sebagai mantan ketua KPK. Kasus Antasari Azhar yang sangat terkenal saat itu tak pelaknya hanya sebuah kisah. Kisah seseorang yang terjebak dan hidup matinya benar-benar dipertaruhkan. Namun, tentu mereka bukanlah orang yang lemah dan benar-benar paham konsekuensi yang akan diterima jika menjadi pimpinan KPK .

Tentu Anda masih ingat, kala KPK sedang giat memberantas korupsi. Muncul sebuah kisah pembunuhan dan percintaan yang tak masuk logika kemudian berakhir dengan hukuman penjara bagi Antasari Azhar selama 18 tahun. Miris. Ya, kita doakan saja :)



Saya yakin, jutaan masyarakat Indonesia sangat bersedih dengan kasus tersebut. Dan saya yakin jutaan masyarakat Indonesia tidak rela hal serupa terjadi pada pimpinan KPK saat ini. Itulah yang dilakukan, Tentu saja masyaralat tak ingin KPK berakhir dengan terus mendengungkan #SAVEKPK.


Kasus ini masih terus menerus berlanjut, Budi Gunawan, Jokowi, Abraham Samad, Feriyani Lim, Bambang Widjojanto, selalu ada di headline pemberitaan.

Hanya akhir yang indah yang dinantikan, bilapun tidak itu adalah pelajaran dan perenungan

Tidak ada komentar: