Minggu, 21 April 2013

GEOHUMANISM 2013 featuring HMF 'Ars Praeparandi'

Terimakasih ya sahabat-sahabat sekalian sudah sudi mengklik blog ini
Sebelumnya saya mau jelasin dulu kalo tulisan yang saya buat murni subjektivitas saya dan berdasarkan yang saya alami. Maaf bila ada yang kurang berkenan biasa si penulis ini suka narsis dan rada sinis. Jika ada koreksi silakan komen dengan flow nol aja ya hehe

Nah pertama-tama maksih loh buat sobat GEA yang ngajakin Farmashare HMF gabung di acara GEOHUMANISM.
Saya si sebagai pembantunya dea sama irma aja hehehe berhubung bukan anak farmashare. Yah yang namanya teman harus saling membantu dan mensupport terutama masalah percintaan (eh). Bukan bukan, salah nih maksudnya mendukung acara sosial atau pengabdian masyarakat himpunan.

HMF ini kebagian bantu yang namanya Balai Pengobatan. Setelah Balai Pengobatan yang dilakukan  bulan Maret lalu sepertinya kiprah HMF semakin terdengar (ceilah *harus mawas diri*). Sebenernya, awal cerita yang saya dapet dari irma dan dea bukan Balai Pengobatan tapi ketemuan sama anak GEA yang ganteng -_- ya maklumlah anak es ep ketemunya ama ciwi lagi ciwi lagi.

Dibukalah pendaftaran bagi relawan yang ingin gabung di Geohumanism. Langsung deh sy sms irma kalo saya mau ikut, sekaligus cari tau siapa sih anak GEA yang diceritain saban hari ama irma dan dea hahaha

Hari-hari berikutnya saya sih sebagai pendengar kelanjutan hubungan dea dan irma dengan GEA's boys itu deh. Dan saya berkesempatan ketemu dan kenal sama si cowo cowo yang sering diceritan dua bocah es ep itu. Fatah dan Adib. Kali itu saya bantu ngitung obat di kosan fatah. Kurang lebih gini nih perbincangan kami jumat malam itu dijalan.

Adib: Kosan fatah itu enak loh kaya rumah beneraaan
Dea dan Aku: Oh iya
Adib: Iya tapi dari kosan itu isinya cuma 3 orang anak gea semua
Dea dan Aku: Oooh kenapa gitu
Adib: ......

Kami pun sampai dikosan fatah, kesan kosannya kaya rumah jaman dulu gitu, 1 lantai tapi cukup luas. Didepannya masih ada tanah kosong. Lumayan jarang tanah kosong didaerah cisitu yang tempatnya sering dicari para pencari kosan.

Kami menghitung lebih dari 5 dus obat, ya kira kira 12 dus beragam ukuran.
Ceklis sana ceklis sini, ubek sana ubek sini untuk mendata obat.
Nah saat itu saya, dea sama adib aja. Fatah sendiri malah bikin teklap di kampus hmm -_-
Adib mau pergi terus izin ke saya dan dea. Yaudah karena berdua ya tentu no problemo.
Adib perginya ga lama terus balik lagi dan ga lama sekian nama obat dengan berbagai dosis telah kami catat dan susun dalam dus dus serapi mungkin
*kami mencontoh dus dari apotek yang sumpah rapi dan ga boros ruang, isi satu dus itu tersusun rapi dan rapat*

Karena saya dan dea sudah lapar, kami minta adib untuk membelikan makanan untuk kami bertiga. Pergilah dia ke tukang nasi goreng sedangkan saya dan dea masih mencatat beberapa dus lagi.
Adib sampai ke kosan fatah lagi dan pendataan obat pun selesaaaaaaaaaaaaaaaaaai . huft akhirnyaa. saatnya kita makaaan!

Hap hap kami beranjak dari lantai menuju meja makan diruang yang sama. Kami berbincang tentang banyak hal dan sewajarnya teman yang baru kenalan.

Aku: wah sayang yah kenapa 4 kamar lain pada kosong
Adib: Iya soalnya didepannya ga ditulis ada kamar kosong
Dea: Lah.. Fatah tau darimana kalo ini kosan?
Ssssssssssssssssigh~ silence~
Aku: Menurut aku ngga gitu deh alesannya, orang cisitu kan tempat yang dicari buat kosan
Ssssssssssssssssigh~ silence~
PRAK (suara pintu dibanting tapi gatau pintu yang mana)
Adib Dea Aku: Angin, angin iya iya angin

dan kamipun melanjutkan makan nasi goreng yang tiba tiba rasanya sangat enak diselingi tawa kami atas kejadian beberapa detik lalu.
*simpulkan sendiri yaaa kengkawan :)*

Setelah selesai makan, kami pun harus pulang. Karena sudah gerimis aku pulang duluan karena kosan aku di pelesiran. Sedangkan dea nunggu di kosan fatah.
Walaupun cuma sebentar saya yakin dea udah super deg degan. Namun malam itu akhirnya berlalu juga.

Hari sabtu dea, irma dan kawan2 gea lain pada survey, saya sih foto bidang hehe

Jarkoman pun sampai ke hp, minggu jam 6.30 kumpul di gerbang depan. Karena takut kesiangan malam2 semua pada ngetwit minta dibangunin. Dan terimakasih piki telah membangunkan aku, alarm kok kaya ga bunyi -_-
bangun dengan gerakan lambat dan sedikit malas malasan. Akhirnya mandi beli gorengan dan pergi ke kampus. Didepan kubus udah banyak yang nungguin. Lalalalala~(menunggu)
Akhirnya kami berangkat ke TKP yaitu Ciwalengkee!

kalo mau tau kondisi ciwalengke : http://www.citarum.org/?q=node/318
http://jabar.tribunnews.com/2013/03/23/warga-ciwalengke-bersyukur-bisa-nikmati-lagi-air-bersih
http://regional.kompas.com/read/2013/03/27/03392878/Setetes.Harapan.Warga.Ciwalengke
Apa itu ciwalengke? Ciwalengke bukan nama mall, binatang apa lagi makanan. Ciwalengke itu suatu daerah di majalaya kabupaten bandung yang tempatnya itu sahabatan dengan sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat yaitu Citarum. Menurut keterangan sahabat-sahabat saya yang sudah lebih dulu kesana, jangan pipis karena air buat bebersihnya dari sungai -..- ga percaya. tapi emang keruh, katanya ada limbah juga dari daerah pabrik disana.


Melihat kondisi itu sangat prihatin sih, belum lagi sepertinya masyarakat belum begitu peduli dan tau tentang bahaya airnya. Makanya banyak yang korengan dan sakit kulit.
Dan balai pengobatanpun dimulai, itu adalah kali pertama saya jadi pembaca resep dan ikut bantu bungkus obat sesuai resep dokter. rasanya bahagia :') sebelumnya saya pernah lihat balai pengobatan pas Fardes tahun lalu.
Vitamin dan parasetamol adalah sediaan yang paling dicari.

Peta Bandung-Ciwalengke

Senang bisa bantu pengobatan gratis di ciwalengke, dan jadi pemeriah Geohumanism 2013 itu senang sekali.
Namun ada beberapa hal yang sepertinya masalah klasik kalo mahasiswa dateng ke masyarakat.
Kecenderungan masyarakat yang senang 'gratisan' lebih mencolok dibanding peduli dengan kesehatan. Terbukti bahwa mereka lebih mencari snack yang telah disediakan panitia gea dan beberapa pasien tidak sakit dan diresepkan dokter hanya vitamin. Selain itu tidak semua pasien tidak mampu, beberapa terlihat necis dan bergincu tebal hmm. Tingkat ekonomi di wilayah Ciwalengke juga cenderung baik dan tidak miskin, yang kurang itu pendidikan. Tapi sekolah mereka dekat dan tidak perlu mendaki bukit atau menyebrang sungai. Kenapa yah -..-

Kurangnya sekolah yang berkualitas kali yah

Sebenarnya solusi dari mahasiswa kayanya belum bisa menyelesaikan masalah yang ada di Ciwalengke. Perlu ada relokasi karena rumah sejajar dengan sungai itu sangat tidak sehat. Tadi juga kan hujan cuma sebentar sekitar 15-30 menitan gitu, tapi genangan airnya banyak dan tinggi sungai sudah sejajar jalan. Belum lagi selokan sudah penuh dengan sampah. Makanya tiap rumah itu punya batas yang cukup tinggi agar banjir tidak masuk rumah mereka. Tempat balai pengobatan ini saja hanya berjarak 2 meter dari bibir sungai. hmmmm

Dibalik semua masalah, niatan dari sahabat-sahabat gea dibantu sedikit hmf pada balai pengobatan sudah sangat mulia. Asal terus luruskan niat semata-mata memohon ridho dari Sang Pemilik Langit dan Bumi. Semoga jadi bahan pelajaran yang baik.

Setelah Balai Pengobatan beres, kami pulang. Saya lagi pengen makan cuankie tapi mang cuankie nya ga ada -..-
ketemu irma ririn belis dea adib fatah dan afi. makanlah bersama kita di gelap nyawang. enak dan menyenangkan, apalagi ada yang mukanya merah kaya udang rebus akibat tubruk tubrukan kaki (cieeeee) Terimakasih semoga cepet jadi ya kalian (yang mana? yang mana ajaaa) hahahahaha :)

(penulis pikirannya ruwet dan ga runtut..maapin ya oya belum ada foto bareng hmf-gea yg aku punya, jd belum bisa aku masukin sini. selain hmf ada juga bapak ibu dokter, perawat dan apoteker ksrmn(?) plano dan TL)


HMF di Balai Pengobatan

“Setinggi-tinggi ilmu, sepintar-pintar siasat, semurni-murni tauhid. Bergerak atau mati!”
(HOS Tjokroaminoto)

Siapa yang bodoh?

Nah ini pertanyaan yang sering muncul kalo kita berbeda. Bukan berbeda kaya di film SKUT tapi beda pendapat misalnya atau beda pemahaman.
Menurut saya, kalo mahasiswa berbalut jas almamater itu kesannya intelek banget deh.
Selain jadi kostum wajib (baca: panghapus keringat) orientasi di awal kampus *pas ga tau artinya apa*, pake jas almamater itu keren banget kalo jadi delegasi kampus ke event pendidikan semacam sebagai presenter sesuatu karya tulis ilmiah, delegasi model united nations ya atau jadi peserta forum diskusi antar mahasiswa, ehh bisa juga buat oyak oyak gerbang kokoh istana atau DPR.



nah sebagai mahasiswa, kalo jas almamater si identitas kemahasiswaan kita itu digunakan saat event mendidik dan penuh arti, saya sangat setuju dan mendukung. meskipun karya saya juga ga sampe terdokumentasikan sampai tv.

tapi saat ini, saya sungguh prihatin bahwa jas almamater yang menjadi identitas itu digunakan untuk menghadiri acara yang *maaf* tidak mendidik. dan peserta saat itu merasa tidak ada yang salah ia mengenakan jas almamaternya pas aacara tersebut.


Saya emang penonton setia acara tv yang satu ini, karena menghibur dan emang ga ada pilihan lain. tapi menjual status kemahasiswaan saya untuk nonton distudio kayanya engga deh. ya ga perlu pake jas almamater cuma mau ngehadirin acara yang pure ngehibur gini aja. Status sebagai mahasiswanya ga dibutuhin sama sekali.

sering tema di acara ini sama sekali tidak mendidik apa lagi terkait dengan pendidikan. yang terparah terakhir saya nonton itu episode eyang subur. Dimana ada pertengkaran pro kontra di dalam acara tersebut. Lalu apa yang dilakukan mahasiswa disana?
kalo ga kebayang gimana naifnya mahasiswa disana. mungkin bisa liat http://www.youtube.com/watch?v=hU2CDYtyrQ8 
Mereka hanya merasa seru menyaksikan secara langsung acara tersebut, berteriak ketika nama institusinya disebut dan masuk tivi. 
Terlalu naif bagi mahasiswa untuk diam terperangah dengan kondisi studio dan dihibur oleh berbagai artis ibukota. Dimana budaya kritis dan diskusi saat mahasiswa?
Saya tidak lebih pintar, hanya ingin mengajak peduli dan berpikir.

Jumat, 19 April 2013

boleh-aku-bercerita-padamu-kawan?



baru kali ini aku merasakan kepahitan yang amat menusuk jiwa ,

bolehlah aku tertawa ceria bersama kalian,

bolehlah aku tersenyum bersama kalian,

bolehlah aku dibuai oleh kebaikanmu kawan. 







disini tak ada yang ingin aku salahkan

tak ada yang ingin aku hujat

tak ada yang ingin aku benci

dan tak ada yang ingin aku khianati, kawan.

aku sekedar bercerita







tentang pelangi yang mewarnaiku

tentang matahari yang menyinariku

tentang badut yang slalu membuat ku tertawa, lepas meraih bahagia .

pelangi itu terlihat 2 tahun lalu ,

warnanya yang merekah , membuat siapa saja ingin memilikinya

lembut hijaunya meneduhkanku.

semangat merahnya membara, memberi keindahan, kecerianan disetiap hela nafas, tak terlewat.

birunya yang indah, memberikan kesejukan saat melihatnya, disetiap mata ini tertuju padanya.

ungunya yang hidup, membawakan segelas ketegasan pada siapa aja yang melihatnya.

kuningnya, maaf aku terlalu takut menguraikan keindahan warna ini .







pelangi itu indah terlihat, meresap, meneduhkan, tiap pasang mata yang mendambanya







sayang, pelangi itu tak dapat kusentuh, tak dapat kuraih, tak dapat kumiliki.

terlalu jauh bagi dara yang ingin mencapainya

terlalu sulit baginya untuk mengepakan sayapnya lebih tinggi, yang rapuh

terlalu sulit bagiku untuk mendapat cintanya.




pelangi,

mengapa engkau terlalu jauh untuk kugapai ?

tapi mengapa engkau terasa begitu dekat saat hujan turun

engkau dapat dengan mudahnya kulihat dari balik kaca jendela berembun ini

engkau datang selalu tepat waktu meneduhkan hati yang mendambamu

terlalu sulit bagiku untuk tidak melihatmu, terlalu sering engkau datang tanpa undangan ditanganmu




pelangi,

kau tercipta sungguh menyejukkan

kau sangat adil

datang saat kudengar rintik hujan dari kamar

pergi saat tak ada rintik hujan dibalik mata




pelangiku,

bolehkah aku yang rapuh ini menggapaimu ?

bolehkah aku menemanimu sepanjang hujan turun ?

bolehkah dirimu tercipta menemaniku ?




pelangiku,

2 tahun lalu keindahanmu dapat seluasnya dinikmati berbagai makhluk

tak terkecuali

hari, minggu, bulan , tahun masih aku melihat manis lekukmu

indah warnamu

birumu , hijaumu , merahmu , ungumu tak terkecuali kuningmu yang menyakitkan itu




kini, keindahanmu tak lagi kunikmati

hujan turun merupakan kepedihan bagiku

kuning itu pertanda kematian abadi. *ups. tak ada yang abadi*




aku tahu, sungguh. 

begitu banyak teka teki yang kau tinggalkan untukku.

sedikit demi sedikit kepuasan ada dalam diriku bila berhasil memecahkannya hingga yang ketujuh.




kau itu pelangi , yang selalu melekat dengan kuningmu :)

puisi :) *masih15tahun*

bila cinta itu indah
biarkanlah aku menikmatinya ..
terus ..
hingga tenggelam dalam pangkuan .
pangkuan cinta yang menidurkan ..

bila cinta itu indah ...
izinkan aku meresapi tiap tiap lirik dari lagu tentang cinta ..

bila cinta itu indah ...
aku akan berteriak
meneriakan cerita cinta yang penuh bunga ..

bila cinta itu indah ...
bunga ditaman berterbangan , menghias langit yang biru .

tapi langit seringkali menghitam
kelam .


cinta itu indah ..
bila tak tenggelam dan mengelabu .. :)

Annisa


Ini kisah dulu yang tidak penah jelas awal dan akhirnya. Kejelasan itu hanya terpancar dari wajah anggun Annisa. Ia tak cantik namun manis, tak indah hanya menawan. Annisa masih muda, baru 2 hari ia masuk SMA. Tidak pernah ia menyangka bahwa ia menemukan secercah mimpi di SMA.

Pagi ini sama dengan pagi-pagi Annisa sebelumnya. Bergegas menaruh tas diatas kursi kayu sekolah dan setengah berlari menuju luar kelas untuk melihat seseorang yang sering membuatnya terpesona. Annisa hanya mempu melihatnya dari jauh. Sulit bagi Annisa menggapai sesosok bintang diujung lapangan. Annisa hanya mempu melihat dari teras kelas.

Bel berbunyi, Annisa kecewa lalu masuk kelas.

Pelajaran dimulai, lalu berlalu.

Istirahat memanggil seluruh murid dari ujung kelas. Annisa keluar, dan melihat ke lapangan lagi, menemui bintangnya yang tak juga meredup. Cahayanya selalu menghiasi Annisa dalam semburat rona bahagia yang terpancar dari lekuk wajah Annisa yang biasa saja.

Sambil berjalan menuju kantin, Annisa berpapasan dengan bintangnya, mereka terpagut dan langsung salah tingkah. Annisa tersipu malu menutupi degup jantungnya yang tidak lagi berirama. Annisa tersenyum dibalik punggung bintangnya.

***

Pagi-pagi Annisa sudah sampai sekolah, tidak biasanya. Ia berniat menunggu bintangnya hingga ia juga datang. Tak lama, ia datang dan pagi ini Annisa tersenyum lagi setelah semalam bayang-bayang bintangnya menghiasi mimpi Annisa yang indah.

Annisa menyebutnya 'bintang', karena selalu membuatnya bersinar dan bercahaya. Semalam Annisa bermimpi bisa terbang bersama bintang, menjauhi bumi dan mendekati langit yang biru. Bintang istimewa bagi Annisa.

Setelah tahu sang pujaan telah tiba, Annisa buru-buru ke dalam agar bisa menyembunyikan wajahnya dari seseorang yang ditunggunya. Annisa menyeka keringat, menarik napas dan mengatur kembali degup jantungnya yang selalu tidak beraturan bila dekat dengan bintangnya.

Tas ia taruh dimeja, dan keluar untuk melihat bintangnya dari jauh. Bintangnya indah sekali pagi ini. Membuat Annisa semakin ingin untuk memilikinya. Annisa tersenyum senang bila seseorang diujung sana membalas tatapannya yang penuh harapan.

***

Secepat kilat, Annisa berlari menuju kelasnya di sudut sekolah. Menaruh buru-buru tas biru kesayangannya dan melesat menuju gerbang. Annisa merapikan sedikit kerudungnya yang sempat miring. Annisa tersenyum bahagia, sang pujaan baru saja tiba ke sekolah. Dan energi positifpun dapat terserap dengan baik oleh Annisa.

Pagi ini, Annisa sempat berkejaran dengan napasnya, bagi dia 7 kurang 15 menit menuju sekolah adalah terlambat, karena saat itu pula bintangnya sudah tiba. Senyum Annisa terbalas, lebih dalam dan lebih memesona. Sambil berbalik menuju kelas, matanya tak berhenti tertuju pada sang bintang. Ia berlari menyilangi lapangan berkata pada pagi bahwa ia sedang bahagia! . Annisa melihat lagit biru yang cerah, secerah hatinya yang baru saja mendapat suntikkan senyuman dari bintangnya.

Pagi yang indah, andai saja mereka tahu apa yag dirasakan Annisa saat ini, tentu mereka ikut menari bersama angin, ikut bersuka pada pagi, ikut bersemangat bersama mentari. Semua orang seringkali melupakan desir pagi yang menyejukan hingga ke ujung hati.

Selipan senyum Annisa berhenti tatkala bel masuk harus berbunyi.

***

Annisa mengatur posisinya, duduk diatas meja vertikal ke arah lapangan. Bersiap melihat tempat strategis dimana bintangnya sering berada disana. Annisa menikmati pagi-paginya yang meriah. Bila malam tak bisa berpesta, biarkan saja ia berdansa di pagi hari bersama bayangan bintangnya.

Melihat sang bintang, Annisa selalu jatuh cinta. Setiap hari. Belum pernah Annisa merasakan hal demikian. Mengintip bintang adalah cara yang paling aman untuk merasakan jatuh cinta yang selalu membuat hati berdebar dan membuat diri terbang. Annisa, Annisa, ckckckck. Hanya itu yang bisa ia katakan pada dirinya sendiri. DIambang sunyi dan ramai. Sebelum bertemu bintangnya, Annisa adalah anak perempuan yang cerewet, tapi semenjak ada bintang, jawaban Annisa hanya sebuah senyuman.

"Nisa, nisa ? ",panggil Rani.
"Emm", jawab singkat Annisa.
"Kamu masih liatin dia?"
"Iya"
"kenapa?"
"Ah, mau tau aja."
"Engga saya hanya khawatir dengan kondisi kamu."

Annisa berbalik dan mengernyitkan dahi.

"Apaan sih? Saya masih baik-baik saja!"

Annisa berpaling dan kembali menghadap lapangan.

"Kamu biasanya rajin mengikuti pengajian Kak Risa. Kenapa sekarang kemu sama sekali tidak tertarik untuk mengikuti pengajian lagi?. Bukankah kamu selalu terburu-buru untuk mendapatkan posisi paling depan bila pengajian dimulai?"
"Sedang bosan, ingin cari angin baru yang lebih menyegarkan. Bukan hanya melulu tentang teori. Sekali-kali praktek dong. Bilang tuh ke Kak Risa."
"Astaghfirullah, kamu kenapa Annisa? Saya ini sahabatmu, ceritakan apa yang terjadi hingga kamu memandang buruk pada Kak Risa yang selalu kamu banggakan?!"

Annisa turun dari meja, meninggalkan Rani yang masih penuh dengan pertanyaan yang menggeliat.

***

"Annisa ! Annisa !", suara Abi terdengar sampai depan rumah. Abi tahu Annisa baru pulang dari tempat Bu Sarah, guru lesnya.
"Assalamu'alaikum" salam Annisa.
Namun tak ada yang menjawab. MElihat wajah Abi yang tegang, Annisa langsung menuju kamarnya.
"Annisa!"
"Ada apa Abi?"
"Besok Abi antar kamu ke pesantren Abah Rusdi."
"Apa?!! Abi serius? Apa-apaan ini? Enak saja! Tidak mau!"
"Kali ini sudah cukup Annisa! Lihat! Bereskan barang-barangmu!"

Annisa menyadari apa yang sedang ia lihat.
Tak terasa air mata sudah membanjiri kasurnya.

***

ANNISA

Aku memang tahu bahwa aku bodoh.
Tapi tak seharusnya Abi membawaku ke pesantren abah. Abah itu sangat keras, membuatku ingin selalu berontak. Jika perlawananku hanya dalam hati mungkin tak akan jadi masalah tapi bila aku meluap-luap dan tak sadar lagi. Aku bisa gila.

Aku diam seribu bahasa. Abi tak mengerti apa yang sedang aku rasakan meski beberapa kali Abi berusaha menjadi Ummi untukku. Aku ingin marah, namun amarahku pasti meredam sendirinya bila berlawanan dengan Abi. Gas mobil terus diinjak Abi hingga kami akhirnya tiba.

Aku harus berhadapan dengan neraka. Ilmu agama disini tak akan ku serap baik bila pengajarnya selalu memarahiku, padahal aku selalu ingin menjadi baik. Huhh. Aku benci kondisi ini. Abi marah karena aku tak lagi menyeimbangkan keduniawianku dengan akhirat. Aku melupakan mengaji, aku lupa ingat kepada Yang Kuasa. Belum lagi, Rani memberitahukan perihal hubunganku dengan seseorang yang masih belum aku tahu namanya. Tak sempat kutanyakan 'siapa namamu?' kepadanya. Abi benar-benar payah.

Para santri menyambutku dengan senyuman ala kampung yang jarang melihat mobil. Pesantren ini memang megah, terlebih masjidnya yang mempu menampung seribu orang. Tapi aku tidak suka kondisi seperti ini. Baru saja aku tiba, ribuan pertanyaan semakin membuatku sesak. sesak. sesak.

***

Aku terbangun, Nini disampingku. Kemarin, aku pingsan. Aku memang sudah sesak sebelum aku menempuh perjalanan Tasik-Jakarta. Malamnya, aku tak nyenyak tidur. Ingat Ummi dan bintangku. Huh. Tak realistis Abi menuduhku yang macam-macam tentang kelakuanku, aku hanya mencintai seseorang dengan sepenuh hati, apa salahnya?.

Abi datang memberondongiku dengan berbagai pertanyaan tanda perhatian.

"Bi," kataku
"Apa, nak?" tanya Abi.
"Apa yang Abi khawatirkan tentangku? Setahuku satu bulan lagi aku genap 15 tahun. Setahuku aku masih sering mengaji di rumah. Setahuku nilai di sekolahku tak begitu buruk. Belum lagi aku baru saja melewati tiga bulan di SMA, jadi semua masih biasa saja. Apakah jika aku mencintai seorang laki-laki itu tidak wajar? Bukankah aku selalu bisa menjaga diri ? Inikan kali pertamaku merasakan hal ini, kenapa Abi langsung... ", kalimatku dipotong oleh Abi.
"Kamu salah mencintai orang, disini banyak yang lebih baik. Dari fisik maupun agamanya, santri disini lebih pantas menjadi imamu."
"Tapi aku sedang ingin menikmati masa bahagia Abi"
"Disini kamu juga bisa bahagia"
"Aku ingin kembali
"tidak boleh."
"Kenapa, Bi? Aku ingin tahu!", aku bertanya pada Abi sambil memamerkan wajahku yang sinis.

Abi pergi. Tak ada satupun jawaban yang terlontar dari bibirnya, aku menangis pada Nini yang setia menemaniku. Aku hampir lupa dengan adanya Nini.

"Ni, ada apa sih?"
"Kamu mencintai orang yang se-ayah denganmu, nak. Ibumu meninggal saat melahirkanmu. Saat beliau tahu, istri ayahmu yang lain melahirkan juga...."

Nini berhenti bercerita karena senggukannya yang sudah tidak bisa tertahan. Aku hanya, gamang.

THE END