Menilik kisah
perjuangan para pendahulu seringkali membuat kita terpana dan bertanya-tanya. Rasa
kagum yang tiada henti, dilapisi sedih dan sesekali getir dalam di dalam hati
Seperti
itukah zaman dahulu?
Seberat
itukah masa perjuangan?
Sebodoh
apakah kita hingga tak mampu membayangkannya?
Apalagi
menghadapinya.
Alih alih
menyuguhkan kisah sejarah seutuhnya, masih ada juga pemecah bangsa yang
menyembunyikan kemurnian kisah perjuangan itu. Dilingkupi kepentingan dan seringkali
adu pencitraan. Namun sejarah tetaplah sejarah. Ia akan terkembang dan menetap
di hati setiap pejuang. Karena ini masalah martabat Negara, bukan kepentingan
golongan nestapa. Karena ini masalah darah yang telah tertumpah parah. Bukan
mencari pembenaran atas sebuah luka yang kecil.
Dan saksi-saksi
hidup itulah yang menjadi corong wawasan kita mengenai kisah sejarah dan
perjuangan. Perang sebelum kemerdekaan. Dan sekalipun telah merdeka kita tetap
terus melakukan perjuangan.
Soedirman. Pada
usia 31 tahun ia sudah diamanatkan menjadi jenderal. Ia memimpin perang gerilya.
Terbatuk-batuk ia karena sakit paru-paru dan akhirnya meninggal dalam keadaan
terhormat.
Gajah Mada.
Ia bersumpah akan berpuasa selama Nusantara belum bersatu. Loyal ia menjadi
patih, perdana menteri sekaligus pemimpin perang demi menjaga persatuan
nusantara.
Muhammad
Yamin. Sunario. Kongres Pemuda 1928. Juga kepingan sejarah yang tak lantas bisa
diabaikan. Mereka berdiri dengan kepanduan negeri. Mendambakan lagu Indonesia
Raya dapat diputar tanpa ragu apalagi malu. Dengan Biola Wage Rudolf Supratman sebagai
saksi, terkumandanglah Sumpah Pemuda.
Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku
Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Air Indonesia
Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku
Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia
Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan,
Bahasa Indonesia
Tiga baris
penuh magis
Menyatukan
gelora jiwa muda yang seringkali dangkal tapi kuat
Dengan 3
baris itu, wilayah NKRI yang terpisah-pisah air dalam nan luas begitu yakin tetap ingin
bersatu
Menjadi
bagian yang sama pentingnya bagi NKRI
Bosan rasanya
selalu diuji tentang hapalan 3 baris Sumpah Pemuda. Kita merayakan 28 Oktober
tapi mungkin tidak memberi arti. Tidak melibatkan nurani.
Lalu mengapa
3 baris itu sungguh menggelorakan asa?
Tiga baris Sumpah Pemuda yang mampu membakar setiap semangat yang berapi-api.
Menyulut
emosi untuk tetap meraih NKRI
Semua itu tak
sekedar sensasi tapi gerak hati.
Lantas apa
pelajaran yang dapat kita ambil pada setiap sejarah yang terukir?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar