Jumat, 27 Oktober 2017

Bondi dan Puppy

Seorang anak menatap cermin penuh dengan berani. Cermin dengan tinggi satu meter itu cukup memantulkan cahaya sehingga seluruh bagian tubuh seorang anak kecil dapat terlihat sempurna, utuh. Dengan kreativitasnya ia menggambar pola superman dengan lipstick merah ibunya pada permukaan cermin itu. Tubuhnya menjadi kanvas utama untuk digambar menjadi superman. Mula-mula ia membuat pola segitiga, kemudian tergambar bentuk celana khas superman. Ia pun senyum-senyum sendiri sambil menghadap kaca,. Terlintas di pikirannya ‘hmm, sepertinya ada yang kurang’. Tangan mungil itu mulai mengarsir gambar disekitar cermin. Menjorok ke sisi untuk lebih membingkai badannya. Sempurna untuk menjadi jubah superman. ‘Taraaa!’, si kecilpun tertawa dengan riang. Sambil bertolak pinggang ia merasa puas. Dengan baju dan celana panjang berwarna biru, Ia telah menjadi superman. “Cukup sudah”, katanya. “Aku sudah persis superman”, kata anak laki-laki itu lagi dengan bangga.

Si anak lupa bahwa ia membutuhkan huruf S dibagian dadanya. Seekor anjing ajaib meraih lipstick yang sudah tergeletak dilantai dan mulai mengarsir bentuk yang menyerupai huruf S. Anak itu terkesima. Bahwa rekan yang sering diajaknya bercanda dan menonton acara di televisi itu telah membantunya menjadi superman yang sempurna. ‘High Five!’, mereka bertepuk satu sama lain, sebuah bentuk rasa bahagia sekaligus kekompakkan.

Seketika, saat menghadap cermin besar lagi-lagi kucing ajaib melihat sebuah kekeliruan. Kali ini memang tidak ada kekurangan pada gambar di cermin. Gambar itu sudah cukup membuat si anak seperti superman. Namun, anjing kecil itu khawatir. Anak itu terlalu bangga dan cenderung overpower. “Puppy, aku adalah seorang superman. Aku akan memberantas kejahatan dengan gagah berani. Aku bisa terbang kemana saja dan menembus ke langit”. Anjing kecil mengangguk tanda setuju. Jubah, celana, dan huruf S yang terpasang tak pernah bisa menggambarkan kepribadian superman, sekalipun si kecil itu berhasil terlihat seperti superman. Ia membutuhkan sesuatu yang tak kasat mata untuk menjadi superman. Hal yang esensial itu adalah sebuah perangai. Sebuah kepribadian. Sebuah karakter yang kuat, berani sekaligus baik, tidak berlebihan dalam menggunakan kekuatan, dan melakukan kebajikan untuk kepentingan umum.

“Bondi, boleh aku memberikan saran untukmu?, kata Puppy ragu-ragu.
“Tentu saja, Puppy. Apakah saran yang akan engkau berikan?”.
“Bondi, Superman itu butuh karakter. Ia butuh sikap. Bukan sekedar cermin yang diwarnai tapi sikap yang berarti bagi sesama
“Puppy, terimakasih atas perhatianmu. Aku pun mengerti. Ketika aku dewasa, aku tidak akan menggunakan cermin ini untuk menjadi Superman. Ini hanyalah sebuah ilustrasi yang menyenangkan dan akan kukenang ketika dewasa nanti. Aku harap semua gambaran ini terpatri didalam hatiku sampai tua. Sehingga karakter superman yang tulus itu akan tumbuh bersama denganku, dan dengan bantuanmu juga. Hilangkan keraguanmu itu, karena aku tahu kau akan selalu menuntunku, Puppy"

Mereka tersenyum satu sama lain, saling berpelukan, dan rasa khawatir Puppy pun hilang sudah.


Tidak ada komentar: