Sabtu, 23 Februari 2013

Kancing Merah



mentari dipelupuk fajar menunjukan sinar kemerahannya yang anggun
aku baru saja terbangun dengan bunyi alarm yang memekakkan telingaku
samar samar terdengar deru suara kendaraan yang siap melaju ditengah himpitan kota
aku pikir malam masih panjang, aku masih ingin terlelap untuk sepuluh menit saja.

hai, pagi ini aku mengenakan rajut merah muda sebagai atasannya dan jeans biru  sebagai pelapis kakiku yang tipis.
rajut ini adalah kado istimewa mantan calon kakak iparku
ku hempaskan badanku sekali lagi ke kasur
menghela napas dan meyakinkan baju rajut ini untuk kupakai kuliah

satu.. dua.. tiga menit aku biarkan diriku terpaku didepan kaca
kuputar lagi, ku lepas lagi, kurapikan lagi, ku gantung dan kupakai lagi
rajut ini terlalu indah bila tak aku pakai
namun sulit juga bila aku mencium aroma malam mingguanku di baju ini

butuh waktu tak sebentar bagiku untuk memantaskan diriku mengenakan baju ini dan mengharapkan seseorang datang kembali kepadaku
layaknya foto dan aroma parfum, baju rajutan ini juga bentuk memoar yang bisa mengungkap segala hal yang telah kami lewatkan bersama
satu tahun
ya selama satu tahun kemarin

masih didepan cermin
aku mematutkan diri lama dan akhirnya aku yakin
karena kancing merah pada rajut ini
sambil berjalan melewati anak tangga dirumahku, aku berharap disepanjang jalan ada anugrah dan keajaiban yang bisa mengembalikan lagi retakan retakan hatiku yang entah berserakan dimana
ataukah memang sudah sirna di makan benci
ataukah memang hilang di bawa lari
ataukah memang telah sengaja aku tinggalkan di sudut kelas yang sepi

sambil melajukan motorku yang kusam karena tlah lama tak pernah kucuci
aku menarik napas sekali lagi
aku ingin menjadi kancing merah dibajunya, yang warnanya mencerahkan suasana namun tetap tak mengganggu pandangan
aku ingin seperti kancing yang memampu mengompakkan benang benang yang teranyam sempurna
kancing itu selalu disematkan untuk membuat baju setiap orang yang menggunakannya merasa nyaman, termasuk untukmu
kancing itu meskipun kecil namun gunanya tak terkira untuk menutup setiap bagian aurat manusia
keberadaan kancing itu seringkali luput untuk disyukuri
karena telah tenggelam dilautan kesibukan duniawi yang fana
ketika kancingmu lepas barulah kau tersadar bahwa kancingmu begitu berharga

butiran air bening dari ujung mataku tiba tiba mengalir
ia membentuk aliran sungai yang begitu deras
diatas motor kucoba menghapuskan airmata yang terus mengalir dan tak henti dengan rajut yang aku kenakan
sampai sampai lengan atasku tak cukup kuat menghapus airmata yang terlanjur tumpah
dalam sekejap silauan cahaya diujung jalan menerpa wajahku
aku menuju jalan yang salah
aku salah jalur.

Tidak ada komentar: