Kamis, 07 November 2013

Review Novel Tere Liye – Sunset Bersama Rosie


Sudah lama rasanya aku tak memiliki waktu sesenggang itu. Sejenak melupakan hari lalu dengan membaca buku. Ya, novel yang sudah ada di rak buku sejak maret tahun lalu itu belum pernah ku sentuh. Buku itu milik kakak perempuanku. Ia satu tahun diatasku. Melihat tanda dihalaman 1 buku tersebut, tertulis 28 Maret 2012. Tepat ketika umurnya menginjak 21 tahun.


Aku memiliki beberapa buku tere liye. Pernah suatu saat kami pergi berdua ke Senayan. Ada pameran buku disana, Islamic Book Fair 2 tahun lalu. Pada saat itu kami membeli 4 buku tere liye. Aku saja sampai lupa membeli buku apa saja kala itu. Yang jelas kami memburu tanda tangan dan foto bersama dengan tere liye. Padahal aku belum pernah membaca satupun karya tere liye, hanya sempat ditunjukkan ebook hafalan solat delisa. Bahkan tere liye sorang laki-laki saja saya baru tahu.

Hanya pernah menonton hafalan solat delisa, tak cukup bagiku untuk mengagumi tere liye. Ia pasti jauh menerawang tentang kehidupan dan kemalangan delisa melalui buku lebih nyata. Rangkaian pikiran yang bersatu padu membentuk film utuh dikepala pembacanya masing-masing itu indah. Sangat Indah.
Sunset bersama Rosie bukanlah judul yang membuatku tertarik untuk membacanya. Terlihat tua. Dan. Ya aku tak suka saja.

Kemarin, sejenak aku hentikan pikiranku yang terus berpacu dengan kegiatan dikampusku. Aku sedikit lelah. Dan hanya ingin sejenak melupakannya. Ah, rasanya tidak. Hanya. Sekedar. Ingin menghibur diri terlebih dahulu.

Sebenarnya, apakah itu perasaan? Keinginan? Rasa memiliki? Rasa sakit, gelisah, sesak, tidak bisa tidur, kerinduan, kebencian? Bukankah dengan berlalunya waktu semuanya seperti gelas kosong yang berdebu, begitu-begitu saja, tidak istimewa. Malah lucu serta gemas saat dikenang.
Sebenarnya, apakah pengorbanan memiliki harga dan batasan? Atau priceless, tidak terbeli dengan uang, karena hanya kita lakukan untuk sesuatu yang amat spesial di waktu yang juga spesial? Atau boleh jadi gratis, karena kita lakukan saja, dan selalu menyenangkan untuk dilakukan berkali-kali.
Sebenarnya, siapakah yang selalu pantas kita sayangi?
Sebenarnya, apakah itu arti 'kesempatan'? Apakah itu makna 'keputusan'?
Bagaimana mungkin kita terkadang menyesal karena sebuah 'keputusan' atas sepucuk 'kesempatan'? 
Sebenarnya, dalam hidup ini, ada banyak sekali pertanyaan tentang perasaan yang tidak pernah terjawab. Sayangnya, novel ini juga tidak bisa memberikan jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan itu. Novel ini ditulis untuk menyediakan pengertian yang berbeda, melalui sebuah kisah di pantai yang elok. Semoga setelah membacanya, kita akan memiliki satu ruang kecil yang baru di hati, mari kita sebut dengan kamar 'pemahaman yang baru'. (Sinopsis di sampul belakang).

Paragraf pertamanya indah. Indah sekali. Ia berbicara tentang pagi yang disukainya. Dan pemeran utama adalah Rosie. Pemeran utama di mata Tegar Karang. Buku itu mengambil sudut pandang Tegar, seorang yang tampan dan pintar jika digambarkan dalam buku itu.
“Selamat pagi, Bagiku waktu selalu pagi. Diantara potongan dua puluh empat jam sehari, bagiku pagi adalah waktu paling indah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga nun jauh di kaki pegunungan. Pagi, berarti satu hari yang melelahkan telah terlampaui lagi. Pagi, berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan terlewati lagi ; malam-malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan, dan helaan napas tertahan.”
Kalimatnya yang membentuk baris kalimat sempurna, yang membuatku menjadi sutradara untuk kesenanganku pribadi. Hanya sekedar membuat film dalam pikiran. Lalu bertanya tanyalah hati ini mengapa pagi begitu berarti bagi Tegar.

Aku membayangkan sosok Tegar yang sangat baik, tampan, pintar, ikhlas, sabar dan tegap. Sangatlah sempurna. Tak kurang sedikitpun. Melalui novel itu Tegar digambarkan sebagai seorang yang tak mampu mengumpulkan keberanian untuk menyatakan cintanya pada Rosie. Ia terlarut dalam ‘persahabatan’ yang memberi arti dan pemahaman yang berbeda. Pemahaman yang berbeda antara Rosie dan Tegar yang sudah sejak kecil berteman.

Aku kira, novel ini murahan. Ceritanyanya sangat sinetron. Namun, kekuatan tulisan memang sulit ditandingi. Hatiku ikut terobrak-abrik. Hancur berantakan. Ikut merasakan sakit hati. Kesedihan. Dan ya sedikit kebahagiaan. Dengan alur maju mundur dan beberapa dibuat bersambung dan diselingi dnegan kisah yang tidak ingin aku ketahui semakin membuatku penasaran.

Singkat cerita, Rosie menikah dengan Nathan. Tegar sakit hati dan menghilang 5 tahun lamanya. Namun kerinduannya kepada Rosie membuatnya ingin megetahui kabar Rosie lewat Oma. Dan mereka bertemu di apartemen Tegar dan memperkenalkan buah cinta pernikahan Rosie-Nathan.

Aku kesal sekali. Berlebihan. Tapi terasa sekali sakit hatinya Tegar. Dan Tegar kembali terjebak dalam cintanya kepada Rosie. Kemudain rela meninggalkan karirnya yang menjanjikan di Jakarta untuk tinggal di Gili Trawangan dan menjadi pengasuh anak-anak Rosie-Nathan selepas Nathan meninggal dan Rosie depresi selama 2 tahun. Hingga harus ada yang tersakiti, Sekar. Keputusan yang diambil Tegar sangatlah sulit karena ada Sekar. Sekar yang (aku bayangkan) sangat cantik dan sabar. Sangat sangat sempurna untuk Tegar yang juga minim kekurangan.

Baru kali ini aku membaca novel dan dipertengahan aku melihat paragraf terakhirnya itu seperti apa. Karena saking aku tak ingin Sekar sakit hati padahal ia telah membatalkan pertunangannya dengan pria lain demi Tegar. Kecewa sekali aku sampai tak tahan ingin menuliskan pendapatku segera.

Akhirnya, Tegar memakai baju pengantin dengan Sekar disisinya, mereka berdua amat serasi (menurut padanganku). Namun diakhir, Sekar meminta Rosie menjadi pengantin wanitanya saja . Lalu gantung.
Harapanku Rosie dan Tegar menolak permintaan Sekar.
Kesal sekali aku dengan akhir yang seperti itu. Rosie yang telah menyia-nyiakan perasaan Tegar. Dan Sekar yang mengejar Tegar. Anak-anak Rosie-Nathan yang sangat mencintai Tegar. Dan semua menjadi sulit ketika Linda dan Oma (seharusnya Oma jangan menceritakan itu sebelum Tegar resmi menikah dengan Sekar, atau lebih senang lagi aku kalau Rosie dan 4 anaknya tidak datang ke pernikahan Tegar-Sekar hehe)
Dan aku berharap tere liye membuat sekuel dari cerita itu. Atau jika tidak aku biarkan ending cerita kubuat sendiri dalam otakku. Bahwa Tegar dan Sekar menikah dan bahagia selamanya, memiliki anak dan tinggal di Bali sesuai dengan rencana.


Nah sekian review singkat, untuk lebih jelasnya silakan baca bukunya dan rasakan hatimu terobrak-abrik gara gara tulisan J

Tidak ada komentar: